Permasalah Impor, Praktik Mafia Pangan Yang Menggurita Bukan Hanya Sekedar Isu
Pojok Pos. Selama ini eksistensi mafia pangan di Indonesia merupakan persoalan
khusus yang kerap mengganggu stabilitas pangan maupun produksi pertanian
nasional, serta sudah “menggurita” pelakunya. Oleh karena itu, ulah
mafia pangan perlu diakui keberadaannya dan bukan sekadar komoditas isu
lantaran sudah berkembang lama dan mendistorsi.
“Keberadaan mafia pangan amat merugikan petani dan masyarakat karena bisa mempengaruhi, bahkan mengatur harga pangan,” ujar Dekan Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB), Suwardi.
Sebelumnya beredar kabar, Komisi Ombudsman menyerukan supaya Kementerian Pertanian (Kementan) tidak mengembuskan tuduhan adanya praktik mafia pangan. Ditambah menganggapnya sebagai biang keladi di berbagai persoalan pertanian yang mengakibatkan keputusan impor komoditas, salah satunya jagung yang saat ini sedang marak dibahas.
Kementan diminta Komisi Ombudsman agar jangan menggoreng isu importir mafia pangan terhadap persoalan komoditas jagung yang diputuskan dalam rapat koordinasi di kantor Kemenko Bidang Perekonomian, pekan lalu, harus dilakukan impor.
Menanggapi itu, Suwardi mengatakan, soal praktik mafia pangan tidak dapat dipandang sebagai “lemparan” isu terhadap berbagai persoalan pertanian. Tetapi sudah menjadi fakta yang banyak terbukti pengungkapannya di lapangan.
“Mafia pangan mendapatkan keuntungan pribadi dan kelompoknya luar biasa besar. Data mereka keluarkan untuk mempengaruhi kebijakan impor. Dari impor itulah mafia pangan meraup keuntungan besar,” ucap Suwardi.
Menurut Suwardi, praktik mafia pangan amat jelas diamati dari sikapnya yang mengganggu tujuan swasembada pangan dan akan melakukan berbagai strategi menghambatnya. Kendati begitu, Suwardi menilai, pemerintah Indonesia, khususnya Kementerian Pertanian, selama ini sudah cukup baik dalam memberangus praktik mafia pangan.
“Kinerjanya sudah lebih baik dari sebelumnya yang merajalela mafia
pangan. Saat ini saya kira sudah lebih baik dalam melawan mafia pangan,”
kata Suwardi.
Sementara itu berdasarkan data dihimpun, sampai pertengahan tahun 2018 sebanyak 373 kasus kejahatan pangan berhasil diungkap pemerintah. Kemudian, 409 orang sudah ditetapkan sebagai tersangka dan diproses hukum.
“Keberadaan mafia pangan amat merugikan petani dan masyarakat karena bisa mempengaruhi, bahkan mengatur harga pangan,” ujar Dekan Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB), Suwardi.
Sebelumnya beredar kabar, Komisi Ombudsman menyerukan supaya Kementerian Pertanian (Kementan) tidak mengembuskan tuduhan adanya praktik mafia pangan. Ditambah menganggapnya sebagai biang keladi di berbagai persoalan pertanian yang mengakibatkan keputusan impor komoditas, salah satunya jagung yang saat ini sedang marak dibahas.
Kementan diminta Komisi Ombudsman agar jangan menggoreng isu importir mafia pangan terhadap persoalan komoditas jagung yang diputuskan dalam rapat koordinasi di kantor Kemenko Bidang Perekonomian, pekan lalu, harus dilakukan impor.
Menanggapi itu, Suwardi mengatakan, soal praktik mafia pangan tidak dapat dipandang sebagai “lemparan” isu terhadap berbagai persoalan pertanian. Tetapi sudah menjadi fakta yang banyak terbukti pengungkapannya di lapangan.
“Mafia pangan mendapatkan keuntungan pribadi dan kelompoknya luar biasa besar. Data mereka keluarkan untuk mempengaruhi kebijakan impor. Dari impor itulah mafia pangan meraup keuntungan besar,” ucap Suwardi.
Menurut Suwardi, praktik mafia pangan amat jelas diamati dari sikapnya yang mengganggu tujuan swasembada pangan dan akan melakukan berbagai strategi menghambatnya. Kendati begitu, Suwardi menilai, pemerintah Indonesia, khususnya Kementerian Pertanian, selama ini sudah cukup baik dalam memberangus praktik mafia pangan.
Adapun
beberapa hal yang dilakukan, misalnya pembentukan Satgas Mafia Pangan,
penerbitan regulasi tentang bea masuk impor, operasi pasar dan
penimbunan gudang bahan pangan serta penerapan sanksi, sudah mempunyai
dampak positif.
Sementara itu berdasarkan data dihimpun, sampai pertengahan tahun 2018 sebanyak 373 kasus kejahatan pangan berhasil diungkap pemerintah. Kemudian, 409 orang sudah ditetapkan sebagai tersangka dan diproses hukum.
Komentar
Posting Komentar